Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral,
karena harus memperhatikan norma dan kaidah hidup dalam masyarakat. Namun
kenyataannya, tidak semua orang berprinsip demikian, dengan berbagai alasan
pembenaran yang cukup masuk akal dan bisa diterima masyarakat, perkawinan
sering kali tidak dihargai kesakralannya
Di dalam agama Islam, menurut Abdus Salam
Nawawi, kawin kontrak dikenal dengan istilah kawin mut’ah. Nikah mut’ah adalah nikah kontrak dalam jangka
waktu tertentu, sehingga apabila waktunya telah habis maka dengan sendirinya
nikah tersebut bubar tanpa adanya talak.
Larangan
Nikah Mut’ah
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a, bahwa
Rasulullah saw. melarang nikah mut'ah pada perang Khaibar dan melarang memakan
daging keledai peliharaan, (HR Bukhari [4216] dan Muslim [1407]).
Diriwayatkan dari ar-Rabi' bin Sabrah al-Juhani,
dari ayahnya bahwa Rasulullah saw. melarang nikah mut'ah. Rasululalh saw.
bersabda, "Ketahuilah sesungguhnya nikah mut'ah itu haram mulai
sekarang sampai hari kiamat. Barangsiapa yang telah memberikan sesuatu (yakni)
upah maka janganlah ia mengambilnya kembali,”
Hukum
kawin kontrak
Para ulama Islam sejak dulu hingga sekarang
sepakat atas haramnya kawin kontrak. Berikut ini saya petik di antara perkataan
ulama-ulama Islam tentang kawin kontrak:
Perkataan Imam Ibnu Al Mundzir: "Pada masa awal Islam ada keringanan (bolehnya) kawin kontrak, tapi saat ini setahu saya tidak seorang pun yang membolehkannya kecuali sebahagian dari orang Syi'ah Rafidhah…."
Imam Al Khaththabi juga mengatakan: "Pengharaman nikah kontrak adalah sebuah ijma' (kesepakatan) kecuali oleh sebahagian orang Syi'ah. Pendapat mereka yang melegalkan kawin kontrak dengan alasan yang merujuk kepada Ali ra dan keluarganya tidak bisa diterima, sebab riwayat shahih yang bersumber dari beliau sendiri menunjukkan bahwa nikah kontrak telah dihapus.
Dasar hukum ijma' diharamkannya kawin kontrak bersumber dari dalil Al-Qur'an dan Hadits:
Perkataan Imam Ibnu Al Mundzir: "Pada masa awal Islam ada keringanan (bolehnya) kawin kontrak, tapi saat ini setahu saya tidak seorang pun yang membolehkannya kecuali sebahagian dari orang Syi'ah Rafidhah…."
Imam Al Khaththabi juga mengatakan: "Pengharaman nikah kontrak adalah sebuah ijma' (kesepakatan) kecuali oleh sebahagian orang Syi'ah. Pendapat mereka yang melegalkan kawin kontrak dengan alasan yang merujuk kepada Ali ra dan keluarganya tidak bisa diterima, sebab riwayat shahih yang bersumber dari beliau sendiri menunjukkan bahwa nikah kontrak telah dihapus.
Dasar hukum ijma' diharamkannya kawin kontrak bersumber dari dalil Al-Qur'an dan Hadits:
A. Dalil Al-Qur'an:
1.
QS. Al-Mu'minun: 5-7:
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali
terhadap isteri-isteri mereka, atau hamba-hamba sahaya yang mereka miliki; maka
mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina dan
sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas."
Wanita yang dikawini dengan cara kontrak bukanlah isteri yang sah. Dalam hubungan suami isteri yang sah ada hak saling mewarisi, berlaku ketentuan talak yang tiga jika dibutuhkan, demikian juga 'iddah ketika terjadi talak. Sementara dalam kawin kontrak itu tidak berlaku.
Wanita yang dikawini dengan cara kontrak bukanlah isteri yang sah. Dalam hubungan suami isteri yang sah ada hak saling mewarisi, berlaku ketentuan talak yang tiga jika dibutuhkan, demikian juga 'iddah ketika terjadi talak. Sementara dalam kawin kontrak itu tidak berlaku.
2.
(QS. An-NIsa': 25)
"Dan barangsiapa di antara kamu yang tidak mempunyai
biaya untuk mengawini wanita merdeka yang beriman, maka (dihalalkan mengawini
wanita) hamba sahaya yang beriman yang kamu miliki… (hingga firman Allah:) Yang
demikian itu (kebolehan mengawini budak) adalah bagi orang-orang yang takut
terhadap kesulitan dalam menjaga diri (dari perbuatan zina). Dan jika kamu
bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang."
Jika kawin kontrak boleh, tentu Allah SWT akan menjadikannya
sebagai sebuah solusi bagi mereka yang tidak mampu dan takut terhadap perbuatan
zina.
B. Dalil Hadits:
1. Rasulullah Saw bersabda: "Wahai manusia, dulu aku
mengizinkan kalian untuk kawin melakukan kawin kontrak. Dan sesungguhnya Allah
telah mengharamkannya hingga hari kiamat… (HR. Muslim).
2. Ali bin Abi Thalib berkata kepada Ibnu Abbas: " Pada saat perang Khaibar, Rasulullah Saw melarang nikah kontrak (mut'ah) dan (juga melarang) memakan daging himar yang jinak." (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Ali bin Abi Thalib berkata kepada Ibnu Abbas: " Pada saat perang Khaibar, Rasulullah Saw melarang nikah kontrak (mut'ah) dan (juga melarang) memakan daging himar yang jinak." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dampak Negatif
Kawin Kontrak
Dilarangnya kawin kontrak tidak terlepas dari dampak buruknya
yang jauh dari kemaslahatan ummat manusia, di antaranya:
1. Penyia-nyiaaan anak. Anak hasil kawin kontrak sulit
disentuh oleh kasih sayang orang tua (ayah). Kehidupannya yang tidak mengenal
ayah membuatnya jauh dari tanggung jawab pendidikan orangtua, asing dalam
pergaulan, sementara mentalnya terbelakang. Keadaannya akan lebih parah jika
anak tersebut perempuan. Kalau orang-orang menilainya sebagai perempuan
murahan, bisakah dia menemukan jodohnya dengan cara yang mudah? Kalau iman dan
mentalnya lemah, tidak menutup kemungkinan dia akan mengikuti jejak ibunya.
2. Kemungkinan terjadinya nikah haram. Minimnya interaksi
antara keluarga dalam kawin kontrak apalagi setelah perceraian, membuka jalan
terjadinya perkawinan antara sesama anak seayah yang berlainan ibu, atau bahkan
perkawinan anak dengan ayahnya. Sebab tidak ada saling kenal di antara mereka.
3. Menyulitkan proses pembagian harta warisan. Ayah anak
hasil kawin kontrak – lebih-lebih yang saling berjauhan – sudah biasanya sulit
untuk saling mengenal. Penentuan dan pembagian harta warisan tentu tidak
mungkin dilakukan sebelum jumlah ahli waris dapat dipastikan.
4. Pencampuradukan nasab lebih-lebih dalam kawin kontrak
bergilir. Sebab disini sulit memastikan siapa ayah dari anak yang akan lahir.
Hukum
Kawin Kontrak Menurut MUI
Nikah
mut’ah ini haram hukumnya. Nikah ini disebut nikah mut’ah karena tujuannya
adalah untuk mencari kesenangan belaka, tidak untuk membangun rumah tangga yang
melahirkan anak dan juga saling mewarisi, yang keduanya merupakan tujuan utama
dari ikatan pernikahan dan menimbulkan konsekwensi langgengnya pernikahan
(Dilarang Mencopas tanpa seijin dan tanpa menyertai asal sumber artikel tersebut. Hak Cipta dilindungi oleh UU dan Allah SWT) ttd CTN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan Komentar, Saran, Kritik, Masukan atas Artikel diatas. ^_^
Dimohon untuk tidak mengunakan akun anonim.
No Spam please!
Assalamualaikum