The Jakmania berdiri sejak Ligina IV, tepatnya 19 Desember
1997. Markas dan sekretariat The Jakmania berada di Stadion Menteng. Setiap
Selasa dan Jumat merupakan rutinitas The Jakmania baik itu pengurus maupun
anggota untuk melakukan kegiatan kumpul bersama membahas perkembangan The
Jakmania serta laporan-laporan dari setiap bidang kepengurusan.
Tidak lupa juga melakukan pendaftaran bagi anggota baru dalam rutinitas tersebut. Ide ini muncul dari Diza Rasyid Ali, manajer Persija waktu itu. Ide ini mendapat dukungan penuh dari Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Sebagai pembina Persija, memang Bang Yos (sapaan akrabnya)sangat menyukai sepakbola. Ia ingin sekali membangkitkan kembali sepakbola Jakarta yang telah lama hilang baik itu tim maupun pendukung atau suporter.
Pada awalnya, anggota The Jakmania hanya sekitar 100 orang, dengan pengurus sebanyak 40 orang. Ketika dibentuk, dipilihlah figur yang dikenal di mata masyarakat. Gugun Gondrong merupakan sosok paling ideal disaat itu. Meski dari kalangan selebritis, Gugun tidak ingin diberlakukan berlebihan. Ia ingin merasa sama dengan yang lain.
Pengurus The Jakmania waktu itu akhirnya membuat lambang sebuah tangan dengan jari berbentuk huruf J. Ide ini berasal dari Edi Supatmo, yang waktu itu menjadi Humas Persija. Hingga sekarang, lambang itu masih dipertahankan dan selalu diperagakan sebagai simbol jati diri Jakmania.
Seiring dengan habisnya masa pengurusan, Gugun digantikan Ir. T. Ferry Indrasjarief. Ia lebih akrab disapa Bung Ferry. Masa tugas Bung Ferry adalah periode 1999-2001 dan kembali dipercaya untuk memimpin The Jakmania periode 2001-2003, 2003-2005.
Lelaki tinggi, tampan dan sarjana lulusan ITI Serpong inilah yang memimpin The Jakmania hingga 3 periode. Dibawah kepemimpinan Bung Ferry yang juga pernah menjadi anggota suporter Commandos Pelita Jaya, The Jakmania terus menggeliat. Organisasi The Jakmania ditata dengan matang. Maklum, Bung Ferry memang dibesarkan oleh kegiatan organisasi. Awalnya, sangat sulit mengajak warga Jakarta untuk mau bergabung.
Beruntung, pengurus menemukan momentum jitu. Saat tim nasional Indonesia berlaga pada Pra Piala Asia, mereka menyebarkan formulir di luar stadion. Dengan makin banyaknya anggota yang mendaftar sekitar 7200 anggota, dibentuklah Kordinator Wilayah (Korwil).
Dan sampai pendaftaran terakhir saat ini terdapat lebih dari 30.000 anggota dari 50 Korwil. Setelah diadakan Pemilihan Umum Raya 2005, untuk memilih Ketua Umum yang baru, akhirnya terpilihlah Ketua Umum Baru periode 2005-2007 yaitu Sdr. Hanandiyo Ismayani atau yang bisa dipanggil dengan Bung Danang.
- Awal
Mula Perseteruan The Jak dan Viking
Perseteruan antar suporter Persija dan Persib sudah berlangsung lama,
tepatnya sejak tahun 2000 yaitu bertepatan dengan Liga Indonesia 6 berlangsung. Di putaran
1 sekitar 6 buah bis suporter Persib datang ke Lebak Bulus dan masuk ke Tribun
Timur. Dan terdiri dari banyak unit suporter seperti Balad Persib, Jurig, Stone
Lovers, ABCD, Viking dll. Saat itu yang terbesar masih Balad Persib. Meski
sempat nyaris terjadi gesekan dengan the Jakmania, tapi alhamdulilah tidak
terjadi bentrokan yang lebih luas. Justru kita suporter Persib bergerak ke arah
the Jakmania tuk berjabat tangan. Gw inget banget yel-yel kita waktu itu :
“ABCD … Anak Bandung Cinta Damai”. Selesai pertandingan suporter Persib juga
didampingi the Jakmania menuju bus. Dan The Jakmania mengikuti dengan
menyanyikan lagu Halo Halo Bandung.Penerimaan the Jakmania membuat kita (Viking) berniat tuk mengundang datang ke Bandung saat putaran 2. Dialog berlangsung lancar karena seorang Pengurus the Jakmania yang bernama Erwan rajin ke Bandung tuk bikin kaos. Hubungan Erwan dengan Ayi Beutik juga konon akrab banget sampe2 Erwan pernah cerita kalo dia suka sama adiknya Ayi Beutik. Melalui Erwan jugalah Viking menyatakan keinginannya tuk mengundang dan menyambut the Jakmania di Bandung meski kita sendiri masih khawatir dengan sikap bobotoh yang lain.
The Jakmania saat itu belum sebesar sekarang. Yang nonton di Lebak Bulus aja cuma di sisi Selatan tribun Timur. Jadi bersebelahan dengan Viking. Nah ajakan Viking itu langsung ditanggapi oleh the Jakmania yg memang sudah punya niat jg tuk melakoni partai tandang. Dibentuklah kemudian perencanaan, salah satunya dengan mengutus Sekum dan Bendahara Umum the Jakmania saat itu yaitu Sdr Faisal dan Sdr Danang. Mereka ditugaskan tuk melobi Panpel Persib dari mulai masalah tiket hingga tribun the Jakmania. Kebetulan Danang lagi kuliah di Bandung sehingga tempat kosnya jadi tempat kumpulnya the Jakers disana.
Karena The Jakmania belum berpengalaman mengkoordinasikan anggota tuk nonton tandang. Justru yang menjadi masalah justru bukan di koordinator kepada Panpel Persib tapi di anggota The Jakmania itu sendiri. Banyak anggota yang bandel daftar pada hari H nya. Jumlah yang tadinya cuma 400 orang berkembang menjadi 1000 orang lebih! Bayangin gimana repotnya Pengurus The Jakmania nyari bis tuk ngangkut segitu banyak orang. Akibatnya The Jakmania berangkat baru jam 12 siang! Itu juga terpecah menjadi 3 rombongan. Satu bis berangkat lebih dulu karena akan ganti ban. Disusul 4 bus kemudian. Dan terakhir berangkat dengan 4 bus tambahan.
Keberangkatan The Jakmania sendiri juga masih diliputi keraguan apakah dapat tiket atau tidak. Tim Advance yang diutus mendapatkan kesulitan mencari tiket. 4 hari sebelum pertandingan terjadi kerusuhan di stadion Siliwangi akibat distribusi tiket yang kurang lancar. Ada seorang Vikers yang menganjurkan the Jak tuk hadir di acara khusus pertemuan tim dengan suporternya. Faisal, Danang dan Budi ambil keputusan tuk hadir di acara itu. Disana mereka sempat bertemu Walikota Bandung, Kapolres, Ketua Panpel dan Ketua Keamanan. Mereka semua menjamin bahwa the Jakmania akan bisa masuk dan tiket akan disiapkan khusus. Paling tidak itulah info yang gw dapet dari tim Advance The Jakmania.
1 bis pertama tiba di Stadion Siliwangi. Viking siap menyambut dan mempersilahkan masuk ke stadion, padahal tiket belum di tangan. Sayang hal yang dikhawatirkan Viking terbukti. Perlahan tapi makin lama makin banyak datanglah bobotoh nyamperin the Jak dengan sikap yang tidak simpatik. Melihat gelagat buruk ini Viking minta the Jak tuk keluar dulu ke stadion sambil menunggu rombongan berikut. Sembari menunggu, gw dan beberapa rekan dari The Jakmania ada yang melaksanakan sholat ashar dulu. Ketika selesai sholat, mulailah terjadi hal2 yang tidak diinginkan. Rekan2 kita dari the Jakmania mendapatkan pukulan disana sini dengan menggunakan kayu. Salah satunya tersungkur berlumuran darah yang keluar dari kepalanya. Melihat situasi ini the Jakmania kembali diungsikan menjauh dari stadion.
Rombongan besar 8 buah bis akhirnya tiba juga. Tapi karena terlambat, stadion Siliwangi sudah penuh sesak. Lagipula kita tetap tidak berhasil mendapatkan tiket. Panpel memang kelihatan salah tingkah dan berusaha mengumpulkan dari calo2 yang masih beredar di sekitar stadion, namun jumlahnya juga tidak memadai hanya 300 lembar. Sementara bobotoh yang masih berada di luar juga mulai melakukan serangan terhadap the Jakmania. Gw sempet coba menenangkan dan cekcok dengan seorang rekan bobotoh yang ngambil dengan paksa kacamata anggota The Jakmania. Bobotoh itu bilang kalo dia kesal sama anak Jakarta karena mereka juga diperlakukan dengan tidak simpatik di Jakarta ketika menyaksikan pertandingan Persijatim vs Persib di Lebak Bulus. Bobotoh tidak mau tau kalo Persijatim tu beda dengan Persija. Seingat gw kejadian ini sempat direkam foto oleh wartawan dari Tabloid GO dan terpampang jelas esoknya di media tersebut.
Gw lalu ngambil inisiatif tuk nyari rombongan pertama the jakmania yang dateng duluan dan mengajak mereka tuk gabung ke rombongan besar. Disana gw minta maaf ke semua anggota The Jakmania karena gagal membawa rombongan sampai masuk ke stadion dan pulang dengan aman. Di situ dari Panpel juga sempat minta maaf. Namun kondisi ini tidak bisa diterima oleh seluruh rombongan The Jakmania, bahkan mereka juga tidak mau berjabat tangan dengan gw dan 2 orang Viking lainnya yang masih setia mengawal meski pertandingan sudah berlangsung.
Ketika rombongan hendak pulang, tiba2 The Jakmania diserang lagi oleh bobotoh yang masih nunggu di luar stadion. Kondisi ini jelas tidak bisa diterima oleh The Jakmania. Sudah ga bisa masuk masih juga diserang. Akhirnya The Jakmania balas perlakuan mereka (Oknum Bobotoh). Jumlah bobotoh di luar stadion masih ratusan sehingga terjadilah bentrokan yang mengakibatkan pecahnya kaca2 mobil akibat terkena lemparan dari kedua kubu. Ketika polisi datang, keributan mereda dan the Jakmania mulai beranjak pulang. Sempat pula terjadi bentrok beberapa kali ketika rombongan berpapasan dengan bobotoh yang pulang karena tidak kebagian tiket.
- Meluruskan
Kekeliruan Sejarah Viking VS The Jack
Di
era teknologi informasi dan semua orang begitu mudah mendapatkan informasi
utamanya melalui media-media sosial dan media online, karena diterima secara
masiv dan cepat, maka seringkali hal-hal yang sesungguhnya keliru menjadi
dianggap benar dan semakin disebarluaskan. Maka sebelum membahas perseteruan
antara kedua kelompok suporter, ada baiknya kita meluruskan persepsi yang
belakangan semakin keliru dan mengganggu.
Pertama
adalah kekeliruan mengenai sejarah klub itu sendiri, banyak media baru yang
menganggap dan meyakinkan banyak orang bahwa PERSIB vs persija adalah laga
klasik, bergengsi yang sejak dulu tak hanya seru didalam lapang namun juga luar
lapang dan melibatkan banyak hal termasuk perseteruan suporter semenjak jaman
perserikatan
Kenyataannya
adalah: duel klasik yang melibatkan massa besar dan suporter fanatik serta
layak disebut musuh bebuyutan bagi PERSIB diera perserikatan adalah laga-laga
menghadapi duo ayam, yaitu ayam kinantan (PSMS Medan) dan ayam jantan dari
timur (PSM Makasar)+bolehlah kita masukkan juga Persebaya Surabaya sebagai
seteru. Ya!, Bandung, Medan, Surabaya, dan Makasar adalah 4 kota yang dapat
kita katakan memiliki tradisi sepakbola yang mengakar, maka tak heran suporter
sepakbola ini mencakup 3 generasi (Kakek, Ayah , Anak), ini berbeda dengan
kota-kota lain yang memiliki suporter yang identik dengan kelompok suporter
(biasanya memiliki embel-embel mania dibelakangnya), bisa dipastikan eksistensi
suporter jenis ini adalah trend yang menjamur diera pasca kompetisi
perserikatan, termasuk jakmania. Sehingga adalah kekeliruan besar bagi mereka
yang mengatakan laga persija vs PERSIB adalah laga klasik yang melibatkan
suporter kedua tim selama puluhan tahun, dan lebih gilanya lagi ada juga media
yang menyesatkan umat dengan mengatakan bahwa kandang persija diera
perserikatan adalah stadion senayan, padahal kandang persija diera perserikatan
adalah stadion menteng yang sekarang telah digusur. Jika dikatakan bahwa
persija jakarta pernah menjadi tim bagus diera
perserikatan, ya itu betul karena mereka memang memiliki masa-masa itu tapi
tetap harus diingat bahwa prestasi bagus persija dimasa lalu tidak berbanding
lurus dengan jumlah massa
pendukung mereka, sebelum lahirnya jakmania penonton laga persija hanyalah
simpatisan-simpatisan dan keluarga pengurus yang jumlahnya tentu tidak
seberapa. Perlu diketahui juga oleh para bobotoh muda bahwa jika membicarakan
tim jakarta yang layak diperhitungkan saat kita berbicara era awal liga
Indonesia maka tim itu adalah tim Pelita Jaya Jakarta, mereka memiliki kelompok
pendukung bernama the Commandos yang identik dengan anak-anak kaya, cewek-cewek
cantik, yang tentu saja jumlahnya sangat-sangat sedikit, bahkan stadion mini
mereka yaitu stadion lebak bulus pun tak pernah penuh jika pelita jaya bermain.
Kembali
ke persija, diawal era liga Indonesia
(sekitar tahun 1994-1995), persija dapat dikatakan tim yang tak diperhitungkan,
minim dana, pemain-pemain gurem, stadion menteng yang kurang perawatan dan
selalu sepi, dan satu hal yang perlu diingat bahwa warna tim persija adalah
merah bukan oranye seperti sekarang. Semua berubah sekitar tahun 1997, adalah
seorang gugun gondrong pelaku utamanya, dalam sebuah memoar yang saya ingat dia
pernah mengatakan cukup gerah dengan kejakartaan kota
jakarta yang
semakin tersingkir oleh pendatang, salah satu parameternya dari kehadiran
penonton sepakbola saat persija bermain. Jika persija menjamu PSMS yang menuhin
stadion menteng pastilah orang batak, jika menjamu PSIS atau persebaya pastilah
orang jawa yang mendominasi, begitupun saat meladeni PERSIB, pastilah urang
sunda yang menyesaki menteng. Intinya disanalah gugun mulai menyentuh sisi
emosional orang-orang yang sehari-hari hidup di jakarta bahwa saatnya menanggalkan klub
daerah masing-masing dan mendukung tim dimana mereka beraktivitas yaitu
persija. Dan tentu saja bukanlah hal mudah untuk menyentuh sisi emosional ini,
apalagi memaksa seseorang untuk mendukung salah satu tim sepakbola. Hal ini
perlu dirangsang dan bersambutlah seorang Sutiyoso yang membutuhkan “kelompok sayap”
untuk menopang kekuatan politisnya, 2 yang paling menonjol menurut saya adalah
upaya sutiyoso untuk menggandeng jakmania dan FBR, saya tak taulah tentang FBR,
namun untuk jakmania saya tahu bahwa mereka dirangsang dengan tiket-tiket
gratis bahkan disediakan hingga tingkat kelurahan, dan upaya rekayasa membangun
fanatisme ini diupayakan juga dengan angkutan-angkutan umum gratis seperti
metromini yang menjemput dan mengangkut mereka ke stadion. Sungguh berbeda
bukan dengan fanatisme alami ala bobotoh yang harus mencari setengah mati
tiket-tiket berharga mahal dan susah payah mencapai lokasi pertandingan.
Pasca
sentuhan sutiyoso inilah persija dan suporternya bertransformasi memasuki era
baru yang membuat mereka diperhitungkan. Berbicara mengenai pembangunan
suporter, jakmania pun tentunya memerlukan rujukan dan konon kota Bandunglah
yang mereka jadikan rujukan, maka tak perlu heran jika pengurus-pengurus
jakmania pada awalnya justru sering berkunjung ke bilangan gurame di kota
Bandung untuk “belajar”, tepatnya di markas salah satu kelompok bobotoh yaitu
viking. Maka tak perlu heran jika pada awalnya pengurus kedua kelompok suporter
ini sebenarnya saling mengenal dan jauh dari bayangan keadaan saat ini. Lebih
jauhnya saya tak ingin terlalu banyak menulis mengenai ini karena saya hanya
mendengar sepotong-sepotong saja dan khawatir itu pun tidak valid seutuhnya.
Oleh karena itu saya ingin langsung beranjak kepada salah satu momentum yang
saya alami sendiri yaitu bentrokan pertama suporter PERSIB dengan jakmania,
saya sengaja mengatakan “suporter PERSIB”, dan bukannya menyebut viking ataupun
bobotoh karena konon yang terlibat dalam bentrokan ini bukanlah anak-anak
viking tapi menyebut bobotoh pun tak elok karena dapat menyeret dan
menggeneralisir.
Gesekan
pertama
Gesekan
pertama terjadi sekitar tahun 1999 di Siliwangi Bandung, saat itu persija yang
disuntik dana besar oleh Sutiyoso hadir dengan materi-materi terbaik dimasanya
seperti Luciano Leandro, Dedi Umarella dll, sedangkan PERSIB bermaterikan
pemain-pemain veteran dan lokal yang tak terlalu mentereng namanya. Luar biasa
animo bobotoh dalam laga ini, saya ingat betul saat itu sulit sekali untuk
mendapatkan tiket tribun timur, dulu viking masih menguasai tribun selatan, dan
elemen-elemen bobotoh yang menjadi cikal bakal BOMBER masih tersebar seperti
stone lovers, suporter forever, BFT, Provost PERSIB, Vorib, robokop, Casper,
tiger fortune dll. Disaat itu puluhan ribu bobotoh masih tertahan diluar tak
dapat masuk stadion, sementara suasana di dalam stadion pun semakin tak nyaman
karena penonton berdesakan. Disaat itulah tiba-tiba banyak bus mendekat ke area
stadion, mereka adalah bus-bus yang membawa jakmania, kalau tidak salah ada
sekitar 7 bus, cukup banyak memang karena gratisan dan disupport dana oleh
sutiyoso. Terbayang apa yang terjadi, disaat “penduduk asli” yaitu suporter
tuan rumah pun emosi karena tidak dapat masuk stadion, tiba-tiba datanglah
“tamu tak diundang” dari ibukota, dengan gaya yang mungkin dianggap kurang
berkenan maka terjadilah gesekan itu, saya kurang tau persisnya namun beberapa
bus memutar ke arah jalan menado dengan kaca-kaca pecah dan terdengar kata-kata
makian.
Alkisah
PERSIB kalah hari itu, kericuhan terjadi di dalam dan di luar stadion, saya
ingat benar saat itu luciano leandro kepalanya bocor terkena lemparan batu, dan
musim itu adalah musim dimana jerseynya sangat saya suka yaitu apparel reebok,
cukup elegan dan simpel, harga originalnya di toko olahraga berkelas di BiP
sekitar Rp. 79.000,00 , harga yang terbilang cukup mahal pada saat itu (cik mun
ayeuna aya keneh jersey eta harga sakitu diborong tah ku aing!- teu make
anj!#*).
Gesekan
berlanjut
Di
masa itu PERSIB memang kurang bersinar, nama besar dan loyalitas bobotoh-nya
lah yang membuat PERSIB tetap disegani, dan diantara keredupannya itu, tetap
ada satu nama yang mampu menjada track PERSIB sebagai penyuplai pemain untuk
tim nasional setelah berakhirnya era Robi Darwis, satu-satunya pemain PERSIB
yang tetap dipanggil oleh tim nasional itu adalah pemilik VO2MAX tertinggi di
timnas pada saat itu, salah satu pemain favorit penulis, dia adalah Yaris
Riyadi.
Dengan
adanya satu wakil PERSIB di timnas maka sudah menjadi alasan yang cukup kuat
bagi bobotoh untuk tetap setia memberi dukungan kepada tim merah putih,
terutama saat berlaga di GBK, dan diantara mereka yang rajin nonton timnas
adalah anak-anak viking jabodetabek (sekarang kan memekarkan diri menjadi vkg
bekasi, bogor dsb), nah konon katanya, euceuk, ceunah, meureun, sejak kejadian
bentrok di bandung itu, anak-anak jakmania mulai melakukan intimidasi dan
gangguan-gangguan serius kepada anak-anak viking jabodetabek ataupun para
penonton asal bandung, alkisah makin lama makin hot dan dibalas pula dalam
setiap kesempatan meskipun itu diluar laga PERSIB vs persija. Salah satu yang
saya ingat adalah gangguan yang ditujukan pada jakmania ketika persija
bertandang ke kandang persikab di stadion sangkuriang cimahi, rupanya acara
ganggu-mengganggu ini cukup banyak juga peminatnya. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa peletup dan momentum yang membuat pertikaian ini semakin
membara dan sulit padam adalah kejadian setelah kuis siapa berani di Indosiar.
Saat itu anak-anak viking yang tampil sebagai jauara kuis rupanya telah diincar
dan siap dihabisi sejak mulai studio hingga jalan tol, insiden terhebat adalah
di pintu tol tomang, anak-anak viking di hajar habis-habisan dan ya begitulah
tak perlu diceritakan secara detail.
Bentrokan
terhebat yang terjadi pasca insiden kuis siapa berani terjadi sekitar tahun
2001. Saat itu PERSIB dijamu persija di GBK jakarta, kebetulan saat itu isu-nya masih
terbatas viking dan jakmania, belum bobotoh ataupun suporter PERSIB secara
keseluruhan. Saya masih ingat saat itu anak-anak viking berangkat menggunakan
banyak bus, sedangkan bobotoh lain berangkat menggunakan banyak mobil
pribadi,termasuk saya yang memilih menggunakan minibus bersama kawan-kawan.
Jika tak salah dulu kami masih menggunakan jalan via puncak belum cipularang,
semua masih tertawa-itawa hingga kami memasuki tol dalam kota
jakarta.
Disamping kami di jalan reguler melaju sejajar sebuah metromini sarat jakmania
yang terus menunjuk-nunjuk kami dan meneriaki mobil kami, saat itu atmosfer
permusuhan belum separah sekarang sehingga ya berani-berani saja tetap kibar
bendera biru dan memakai baju PERSIB, karena yang punya masalah kan viking dan jakmania,
sedangkan kami yang tidak bergabung dengan rombongan seharusnya aman, itu cara
pikir bobotoh kebanyakan. Karena beberapa mobil plat D didepan pun tak melepas
bendera PERSIB mereka, dan rupanya itu adalah ide buruk…sangat-sangat buruk.
Lepas dari tol, mobil kami beserta 2 mobil lainnya dikejar oleh ratusan
jakmania. Segeralah gas ditancap dengan maksud melarikan diri, namun tak diduga
macet luar biasa di depan TVRI, mobil kami terhenti dan segeralah jakmania mengerubungi
mobil kami, bunyi keras sekali entah apa yang mereka gunakan untuk menghajar
bodi mobil dan kaca, pendek cerita, kaca mulai pecah dan rontok, kawan-kawan
yang duduk paling dekat dengan jendela pun terkena pukulan langsung. Saya masih
ingat andai TUHAN tak segera menolong kami saat itu mungkin kami akan menjadi
bulan-bulanan paling parah ya mati dan saya tak mungkin menulis tulisan ini.
Pertolongan TUHAN itu adalah ketenangan luar biasa dari sang sopir, meski darah
mengalir dari kepalanya dia tetap dapat melihat jalan kecil sisa galian kabel
di tepi jalan dan segera melewati jalan itu, terlewatilah masa-masa yang tak
akan pernah kami lupakan itu.
Kami
dipandu oleh salah seorang viking jabotabek bernama agus rahmat dan segera
mengamankan diri ke area lapangan hoki, sementara yang lain mencoba
menghentikan pendarahan dan melakukan pertolongan pertama. Sementara itu
menurut kabar anak-anak viking pun terlibat bentrokan hebat dan tak dapat masuk
stadion, bentrokan terjadi di luar dan dalam stadion karena beberapa kawan yang
bisa masuk stadion (konon mereka ini adalah anak-anak jabodetabek) berada dalam
jangkauan jakmania sehingga polisi menembakkan gas air mata untuk menghalau the
jak, imbasnya sampai ke lapangan, konon aceng juanda cs pun bergelimpangan di
lapangan hijau akibat gas airmata ini, PERSIB kalah 0-3 dan bagi sebagian orang
yang menjadi korban insiden pada hari itu, mereka telah menemukan alasan untuk
menyatakan perang seumur hidup kepada salah jakmania, slogan-slogan permusuhan
pun mulai marak dan menjadi komoditas ekonomi untuk dicetak pada kaos-kaos
suporter.
sumber :
(Dilarang Mencopas tanpa seijin dan tanpa menyertai asal sumber artikel tersebut. Hak Cipta dilindungi oleh UU dan Allah SWT) ttd CTN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan Komentar, Saran, Kritik, Masukan atas Artikel diatas. ^_^
Dimohon untuk tidak mengunakan akun anonim.
No Spam please!
Assalamualaikum