Bagi pemain di band indie, musik adalah dari
dalam jiwa. Mereka mebatasi diri sebisa mungkin tidak sekedar mengikuti
keinginan pasar. Berbeda dengan band yang dimiliki label besar dalam sebuah
industri musik. Mereka memiliki budjet pemasaranyang besar, sehingga bisa
mendominasi promosi di seluruh media massa, mulai cetak, elektronik, maupun
multimedia. Mereka eksis dengan bantuan berbagai pihak.
Berbeda dengan band indie. Mereka berjuang
sendiri, mulai membuat lagu hingga promosi. “Jiwa yang menentukan kelihaian
dalam bermusik. Masalah popularitas, rata-rata band indie Bojonegoro tidak
begitu tergiur. Ibarat seperti air mengalir sajalah, biar khalayak dan pasar
yang menilai kita seperti apa. Boleh jadi band indie bermain musik benar-benar
sepenuh hati,” kata Yuli Setiyawan,
Yuli adalah salah satu pendiri band Indie di
Bojonegoro tahun 2005 dengan aliran Pop Britishnya. Tahun 2008, ia dan sejumlah
pemain musik mendirikan komunitas band Indie di Bojonegoro, dan dirinya diunjuk
sebagai Koordinator Komunitas. Dan sejak saat itu, band Indie di kota Ledre
terus menjamur. Mereka bergelut dengan karya mereka sendiri.
Menurut Yuli, jumlah band Indie di Bojonegoro
cukup banyak. Namun, dalam komunitas band ini yang masuk harus memiliki minimal
empat lagu. Band yang baru memiliki 1-3 lagu belum dikatakan masuk ke komunitas
secara formal. Sehingga sampai saat inim jumlah anggota komunitas baru 20 band
saja.
Awalnya, pembentukan komunitas ini di
Bojonegoro baru ada sembilan band. Tahun 2010 ada tambahan lima band yang
bergabung. Dan jumlah anggota terus bertambah hingga tahun 2012 ini, anggota
komunitas menjadi 20 band. “Kalau menurut saya, lebih enak menjadi personil
band indie daripada mainstream. Soalnya
kan lebih bebas mau ngatur jadwal dan karakter daripada penciptaan
sebuah lagu itu,” ujar keyboardis band D’esah, Luqan.
D’esah band adalah salah satu anggota
Komunitas Band Indie Bojonegoro. Band tersebut beranggotakan tiga personil.
Yakni Faiz (vokalis), Luqan (keyboard) dan Dhuky (gitaris). Band ini berada di
jalur musik pop dan terbentuk pada tanggal 6 Mei 2010.
“Kami sering ikut festival di luar kota
Bojonegoro. Melihat gregetnya itu masih kurang ada wadah yang secara spesifik
untuk mempromosikan band indie,” kata Luqan. Ia menuturkan bahwa di Bojonegoro
memang banyak band indie karena anak-anaknya kreatif.
Selain band D’esah, ada juga band Praduga Tak
Bersalaj (PTB). Band yang digawangi oleh Yuli Setiyawan ini lebih sering
berkumpul di sanggar seni, Jalan Dr. Sutomo. “Biasanya hari Jumat, kita sering
ngumpul dan latihan. Kadang tak tentu,” katanya.
SUMBER : http://blokbojonegoro.com
(Dilarang Mencopas tanpa menyertai asal sumber artikel tersebut. Hak Cipta dilindungi oleh UU dan Allah SWT)
ttd
CTN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan Komentar, Saran, Kritik, Masukan atas Artikel diatas. ^_^
Dimohon untuk tidak mengunakan akun anonim.
No Spam please!
Assalamualaikum