Search Engine

Berlangganan

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Subscribe to Caruban To Night by Email

JANGAN LUPA, BILA ANDA TERTARIK DENGAN INFO-INFO YANG DISAJIKAN. BERLANGGANAN LEWAT EMAIL AGAR ANDA BISA MENDAPAT INFO-INFO CTN LANGSUNG KE EMAIL ANDA. ^_^

Minggu, 02 September 2012

Indie, Musik tak pernah mati

Disebut band indie, kaena mulai penggarapan musik, promosi lagu/album, konser, sampai produksi album dilakukan secara mandiri atau independen. Artinya, mereka tidak bergantung pada lagu yang sudah diciptakan atau dinyanyikan band ternama di indonesia, mereka menonjolkan ide kreatif bermusik sesuai dengan aliran masing-masing.
Bagi pemain di band indie, musik adalah dari dalam jiwa. Mereka mebatasi diri sebisa mungkin tidak sekedar mengikuti keinginan pasar. Berbeda dengan band yang dimiliki label besar dalam sebuah industri musik. Mereka memiliki budjet pemasaranyang besar, sehingga bisa mendominasi promosi di seluruh media massa, mulai cetak, elektronik, maupun multimedia. Mereka eksis dengan bantuan berbagai pihak.
Berbeda dengan band indie. Mereka berjuang sendiri, mulai membuat lagu hingga promosi. “Jiwa yang menentukan kelihaian dalam bermusik. Masalah popularitas, rata-rata band indie Bojonegoro tidak begitu tergiur. Ibarat seperti air mengalir sajalah, biar khalayak dan pasar yang menilai kita seperti apa. Boleh jadi band indie bermain musik benar-benar sepenuh hati,” kata Yuli Setiyawan,
Yuli adalah salah satu pendiri band Indie di Bojonegoro tahun 2005 dengan aliran Pop Britishnya. Tahun 2008, ia dan sejumlah pemain musik mendirikan komunitas band Indie di Bojonegoro, dan dirinya diunjuk sebagai Koordinator Komunitas. Dan sejak saat itu, band Indie di kota Ledre terus menjamur. Mereka bergelut dengan karya mereka sendiri.
Menurut Yuli, jumlah band Indie di Bojonegoro cukup banyak. Namun, dalam komunitas band ini yang masuk harus memiliki minimal empat lagu. Band yang baru memiliki 1-3 lagu belum dikatakan masuk ke komunitas secara formal. Sehingga sampai saat inim jumlah anggota komunitas baru 20 band saja.
Awalnya, pembentukan komunitas ini di Bojonegoro baru ada sembilan band. Tahun 2010 ada tambahan lima band yang bergabung. Dan jumlah anggota terus bertambah hingga tahun 2012 ini, anggota komunitas menjadi 20 band. “Kalau menurut saya, lebih enak menjadi personil band indie daripada mainstream. Soalnya  kan lebih bebas mau ngatur jadwal dan karakter daripada penciptaan sebuah lagu itu,” ujar keyboardis band D’esah, Luqan.
D’esah band adalah salah satu anggota Komunitas Band Indie Bojonegoro. Band tersebut beranggotakan tiga personil. Yakni Faiz (vokalis), Luqan (keyboard) dan Dhuky (gitaris). Band ini berada di jalur musik pop dan terbentuk pada tanggal 6 Mei 2010.
“Kami sering ikut festival di luar kota Bojonegoro. Melihat gregetnya itu masih kurang ada wadah yang secara spesifik untuk mempromosikan band indie,” kata Luqan. Ia menuturkan bahwa di Bojonegoro memang banyak band indie karena anak-anaknya kreatif.
Selain band D’esah, ada juga band Praduga Tak Bersalaj (PTB). Band yang digawangi oleh Yuli Setiyawan ini lebih sering berkumpul di sanggar seni, Jalan Dr. Sutomo. “Biasanya hari Jumat, kita sering ngumpul dan latihan. Kadang tak tentu,” katanya.
SUMBER : http://blokbojonegoro.com


(Dilarang Mencopas tanpa menyertai asal sumber artikel tersebut. Hak Cipta dilindungi oleh UU dan Allah SWT) 
ttd 
CTN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan Komentar, Saran, Kritik, Masukan atas Artikel diatas. ^_^

Dimohon untuk tidak mengunakan akun anonim.

No Spam please!

Assalamualaikum

Traffic Visit