Oleh Hartono Ahmad Jaiz*
Pembodohan sekaligus penyesatan terhadap Umat Islam
sebegitu suksesnya sehingga sangat sulit diluruskan apalagi diberantas. Bahkan
pembodohan dan penyesatan terhadap Umat Islam itu telah menjadi dagangan khusus
bagi orang-orang tertentu yang mengeruk keuntungan dari sana. Sehingga ketika
ada yang dianggap akan mengusiknya, maka serentak sontak dihalangi
sekeras-kerasnya.
Pembodohan dan penyesatan yang disoroti di sini di
antaranya adalah:
1. Bersifat structural
2. Berkedok religious atau agamis
3. Sosialisasi pembodohan dan penyesatan oleh
media-media bermisi busuk.
Mari kita tengok, seperti apa pembodohan dan penyesatan
lewat tiga jalur itu.
1. Pembodohan dan Penyesatan Struktural
Pembodohan dan penyesatan terhadap Umat Islam secara
structural (berkerangka) ini jalurnya dari atas ke bawah. Karena dari atas ke
bawah, maka tampaknya tidak mempan adanya nasihat sampai kritikan tajam
sekalipun. Apalagi ketika pembodohan dan penyesatan itu telah dilaksanakan
secara turun temurun.
Bagaimana membodohi dan menyesatkan Umat Islam berkaitan
dengan Gunung Merapi yang dianggap penjaganya adalah Mbah Petruk yang perlu
diberi sesaji (upacara kemusyrikan, dosa paling besar dan dapat mengeluarkan
pelakunya dari Islam, hingga mengakibatkan kekal di neraka) dan penguasa laut
Kidul (Selatan) Nyai Roro Kidul yang diberi sesaji pula. Itu dilestarikan
justru dari pusat kraton (kerajaan) secara turun temurun.
Tradisi Suro (Muharram)
Bukan hanya bulan Syawal yang telah dijadikan momen
mensosialisasikan kemusyrikan dan aneka kemunkaran lainnya, tetapi juga bulan
Muharram alias bulan Suro dalam istilah Jawa. Kemungkinan istilah Suro diambil
dari ‘Asyura (hari ke sepuluh). Di dalam ajaran Islam, memang disyariatkan
menjalankan puasa ‘Asyura di bulan Muharram yaitu tanggal 10 Muharram, dan
lebih baiknya dengan tanggal 9, agar menyelisihi Yahudi yang memperingati
tanggal 10 Muharram itu karena mereka selamat dari Fir’aun. Di Dalam Islam,
tidak ada perayaan apa-ap, apalagi yang aneh-aneh, bermuatan syirik kepada
Alah, bermuatan kemunkaran dan sebagainya.
Oleh sebagian orang, malam 1 Muharram atau malam 1 Suro
diisi dengan berbagai kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan Islam. Misalnya,
masyarakat Kaliurang Jogjakarta mengisi malam 1 Suro dengan menggelar kirab
Topo Bisu, yaitu mengelilingi seluruh kawasan wisata di Kaliurang, tanpa bicara
sedikit pun seraya mengucapkan doa (permohonan) di dalam hati. Peserta kirab,
yang jumlahnya ratusan itu, berbusana Jawa lengkap dengan pernak-pernik khas
Jawa.
Di Keraton Kasunanan Surakarta, pada malam 1 Suro tahun
lalu, dirayakan dengan menggelar kirab pusaka dengan mengarak Kebo Kyiai
Slamet. Kala itu, Keraton Surakarta hanya mengarak empat ekor kebo bule Kyai
Selamet, sebab sebagian kebo ngambek dan lainnya mengamuk. Akibat, kejadian
ini, warga Solo menyimpulkan ngambeknya kebo tersebut pertanda akan terjadi
sesuatu di tanah Jawa. (Ini kepercayaan tathayyur, menganggap suatu kejadian
diyakini sebagai perlambang akan datangnya sial).
Masyarakat Jogjakarta, mengisi malam 1 Suro dengan
melakukan tirakat Mubeng Beteng (memutari benteng) Keraton Yogyakarta sebanyak
tujuh kali tanpa bicara. Itu merupakan salah satu tirakat, salah satu laku
(amalan) yang dipercaya dapat menyingkirkan marabahaya yang akan menimpa
Jogjakarta.
Bagi masyarakat Jogja yang memiliki benda pusaka
(seperti keris, tombak, wesi aji, dan sejenisnya), pada saat itu mengkhususkan
diri memandikan atau mencuci (njamasi) benda-benda pusaka tadi dengan air
kembang setaman. Karena, mereka percaya benda-benda pusaka tadi memiliki
kekuatan supranatural.
Di kawasan Parangtritis, Kabupaten Bantul, setiap malam
satu Suro, sejumlah masyarakat memadati kawasan itu, khususnya di sekitar Puri
Parangkusumo untuk memanjatkan doa (permohonan), entah kepada siapa. Puri
Parangkusumo dipercaya sebagai tempat pertemuan asmara antara Panembahan
Senopati (pendiri kerajaan Mataram Islam) dan Nyi Roro Kidul. Di tempat ini
digelar ritual khusus bagi mereka yang percaya tentang masalah kejawen (ilmu
kebatinan).
Malam 1 Suro bagi masyarakat Kecamatan Selo, Kabupaten
Boyolali, Jawa Tengah, diisi dengan melakukan ritual sedekah di Gunung Merapi
(Sedekah Merapi), berupa mempersembahkan kepala kerbau dan tujuh tumpeng nasi
kepada leluhur Kyai/Nyai Singomerjoyo, Kyai/Nyai Simbarjaya, Nyai Gadung Melati
(penunggu kawasan Pasar Bubrah) dan Kyai Petruk (penguasa seluruh Merapi).
Tujuannya, agar Gunung Merapi tidak marah lagi dengan letusannya. Ritual ini
dilengkapi pula dengan melantunkan shalawat dan memanjatkan doa berbahasa Arab
(secara Islam?). Bersamaan dengan itu, kepala kerbau dan tujuh tumpeng nasi
sebagai materi sedekah pun dibawa ke kawah Merapi dan dilabuh di sana. Meski
ada lantunan shalawat dan doa berbahasa Arab, namun demikian tradisi ini tidak
lepas dari dosa berbuat syirik kepada Allah dan dosa berupa perbuatan tabzir.
(Hartono Ahmad Jaiz dkk, Pangkal Kekeliruan Golongan Sesat, Pustaka Nahi
Munkar, Surabaya, 2009, halaman 208-209).
Berquban untuk salain Allah Ta’ala
Perlu diketahui, memberikan sesaji kepada apa yang
disebut penguasa gunung Merapi ataupun laut ataupun lainnya, itu adalah
kemusyrikan, mengakibatkan ke neraka. Apalagi menyajikan kepala kerbau kepada
Thaghut (sesembahan selain Allah Ta’ala), sedangkan hanya menyajikan
(berqurban) dengan lalat saja ketika untuk penyembahan selain Allah Ta’ala maka
mengakibatkan masuk neraka.
Di dalam hadits dinyatakan, ada orang yang masuk neraka
hanya karena berkorban dengan lalat. Tidak sampai bernilai tinggi apalagi
ratusan juta rupiah, hanya dengan berkorban lalat saja karena untuk syetan,
maka akibatnya masuk neraka. Haditsnya sebagai berikut:
{ دَخَلَ رَجُلٌ الْجَنَّةَ
فِي
ذُبَابٍ
وَدَخَلَ
النَّارَ
رَجُلٌ
فِي
ذُبَابٍ
, قَالُوا
: وَكَيْفَ
ذَلِكَ
؟
قَالَ
مَرَّ
رَجُلَانِ
عَلَى
قَوْمٍ
لَهُمْ
صَنَمٌ
لَا
يَجُوزُهُ
أَحَدٌ
حَتَّى
يُقَرِّبَ
لَهُ
شَيْئًا
, فَقَالُوا
لِأَحَدِهِمَا
: قَرِّبْ
قَالَ
: لَيْسَ
عِنْدِي
شَيْءٌ
فَقَالُوا
لَهُ
قَرِّبْ
وَلَوْ
ذُبَابًا
, فَقَرَّبَ
ذُبَابًا
فَخَلَّوْا
سَبِيلَهُ
قَالَ
: فَدَخَلَ
النَّارَ
, وَقَالُوا
لِلْآخَرِ
قَرِّبْ
وَلَوْ
ذُبَابًا
قَالَ
مَا
كُنْت
لِأُقَرِّبَ
لِأَحَدٍ
شَيْئًا
دُونَ
اللَّهِ
عَزَّ
وَجَلَّ
قَالَ
: فَضَرَبُوا
عُنُقَهُ
قَالَ
فَدَخَلَ
الْجَنَّةَ
} أخرجه
أحمد
في
الزهد
(22) وأبو
نعيم
في
« الحلية
» 1 / 203 موقوفا
على
سليمان
الفارسي
. عن
طارق
عن
سلمان
الفارسي
موقوفاً
بسندٍ
صحيحٍ.
صحيح
موقوفا:
رواه
أحمد
في
الزهد
(15 , 16), وأبو
نعيم
في
الحلية
(1/203) عن
طارق
بن
شهاب
عن
سلمان
الفارسي
موقوفا
بسند
صحيح
أفاده
الدوسري
في
النهج
السديد.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ada seorang
yang masuk naar (neraka) karena lalat dan seorang lainnya yang masuk jannah
(surga) karena lalat. Maka para sahabat radhiyallahu ‘anhu bertanya, Bagaimana
bisa begitu wahai Rasulullah? Maka jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Dua orang lelaki lewat pada suatu kaum yang memiliki berhala yang tidak boleh
dilewati tanpa berkorban sesuatu. Maka kaum itu berkata kepada lelaki yang
pertama, Sembelihlah kurban! Jawab lelaki tersebut, Aku tidak punya sesuatu
untuk dikorbankan. Maka kata kaum tersebut, Berkurbanlah walau hanya dengan
seekor lalat! Maka lelaki itu melakukannya dan ia bisa lewat dengan selamat,
tetapi ia masuk naar (neraka). Maka hal yang sama terjadi pada lelaki yang
kedua, saat diminta berkurban ia menjawab, Aku tidak akan berkurban kepada
sesuatu pun selain Allah ‘Azza wa Jalla, maka lelaki yang kedua ini dipenggal
kepalanya oleh mereka dan ia masuk jannah (surga). (HR. Ahmad dalam Az-Zuhd
halaman 15, 16, dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 1/ 203 dari Thariq bin Syihab
dari Salman Al-Farisi, mauquf, dengan sanad shahih).
Dalam kasus bencana meletusnya Gunung Merapi, agaknya
tidak terlalu berlebihan apabila ada yang mengatakan bahwa kemusyrikan di zaman
kini kadang lebih dibanding kemusyrikan di zaman dahulu. Karena di zaman
dahulu, orang-orang musyrik ketika tertimpa musibah maka mereka meminta kepada
Allah Ta’ala untuk melepaskan dari musibahnya. Baru setelah lepas dari bencana
kemudian mereka berbuat kemusyrikan lagi.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan firman Allah Ta’ala
بَلْ
إِيَّاهُ
تَدْعُونَ
فَيَكْشِفُ
مَا
تَدْعُونَ
إِلَيْهِ
إِنْ
شَاءَ
وَتَنْسَوْنَ
مَا
تُشْرِكُونَ
[الأنعام/41]
(Tidak), tetapi hanya Dialah yang kamu seru, maka Dia
menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepadaNya, jika Dia
menghendaki, dan kamu tinggalkan sembahan-sembahan yang kamu sekutukan (dengan
Allah). (QS Al-An’am/ 6: 41).
Artinya; di waktu darurat kamu sekalian tidak berdoa
kepada satu pun selain-Nya, dan hilanglah dari kalian berhala-berhala kalian
dan tandingan-tandingan kalian (terhadap Allah Ta’ala). Sebagaimana firman
Allah Ta’ala:
وَإِذَا
مَسَّكُمُ
الضُّرُّ
فِي
الْبَحْرِ
ضَلَّ
مَنْ
تَدْعُونَ
إِلَّا
إِيَّاهُ
فَلَمَّا
نَجَّاكُمْ
إِلَى
الْبَرِّ
أَعْرَضْتُمْ
وَكَانَ
الْإِنْسَانُ
كَفُورًا
[الإسراء/67]
Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya
hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu
ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima
kasih. (QS al-Israa’/ 17: 67). (Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman 256).
Coba kita bandingkan dengan kemusyrikan zaman kini,
ketika tidak ada bencana, mereka menyembelih kerbau kemudian kepalanya
disajikan kepada Merapi dan sebagainya. Begitu Merapi meletus, mereka
menyembelih kerbau dan kepalanya disajikan pula ke Merapi dan sebagainya.
Jadi kemusyrikan zaman kini, saat gembira tidak ada
musibah bencana, mereka berbuat kemusyrikan. Dan ketika tertimpa musibah pun
tetap berbuat kemusyrikan pula.
***
2. Pembodohan dan Penyesatan berkedok religious atau
agamis
Contoh kasusnya adalah peristiwa berikut ini:
Kuburan Tua Dipertahankan, Aqidah Ditelantarkan
Upaya massa mempertahankan mati-matian kuburan tua dari
penggusuran yang akan dilakukan Satpol PP (satuan Polisi Pamong Praja)
menimbulkan bentrok berdarah dan bakar-bakaran. Bentrokan berdarah antara
Satpol PP dan pendukung Makam Mbah Priok di Jakarta Utara membara dari pagi
sampai tengah malam, Rabu 14 April 2010.
Akibatnya, korban berjatuhan di antaranya 3 anggota
Satpol PP tewas, 158 orang luka (69 Satpol PP, 23 Polisi, 66 Warga). Kerugian
materiil: 81 kendaraan dibakar: 6 bus polisi, 16 truk polisi, 36 truk dan mobil
Satpol PP, 1 water canon polisi, 2 ekskavator, 2 bus steady safe, 2 truk
trailer, dan 16 kendaraan lain. (sumber: Republika, Jum’at 16/ 4 2010).
Peristiwa berdarah yang menelan korban tewas 3 jiwa dan
menderita luka 200 orang lebih serta 81 kendaraan dibakar hangus itu tentunya
menimbulkan aneka perasaan duka, memilukan, sekaligus memalukan. Dan yang lebih
memalukan dan tambah memilukan adalah munculnya “rayap-rayap” yang bergembira
ria yang bancaan bangkai kendaraan. “Rayap-rayap” itu bergegas mempreteli besi
bangkai kendaraan yang tadinya dibakar itu dengan modal kunci Inggris dan
semacamnya.
Secara gampangnya kata, ini adalah drama keserakahan
lawan keserakahan dan menyisakan munculnya bentuk keserakahan pula.
Demikianlah peristiwanya. Itu semua di antaranya karena
adanya pembodohan dan penyesatan terhadap Umat Islam, dan ketika upaya
pembodohan itu masuk menjadi kepentingan kelompok tertentu dan mampu merasuk ke
keyakinan masyarakat, maka mereka pertahankan mati-matian.
Berikut ini contoh nyata pula, adanya makam yang
dikeramatkan, diadakan pembodohan terhadap Umat Islam dengan cerita-ceita “luar
biasa”, lalu merasuk ke keyakinan masyarakat, lalu tokoh-tokoh pun dengan
kepentingan tertentunya menyemarkkan pembodohan itu, kemudian diekspose oleh
media dengan kepentingan tertentu pula. Maka terjadilah pembodohan dan
penyesatan yang dilaksanakan secara gotong royong antara aneka unsure yang
punya kepentingan. Akibatnya, rusaklah keyakinan Umat Islam. Coba kit abaca
saja uraian berikut ini.
Makam Keramat Luar Batang
Luar Batang adalah nama sebuah perkampungan (kini
menjadi nama jalan) yang terletak di kelurahan Penjaringan, Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara. Di sini konon terletak sebuah makam sesosok anak
manusia yang dipercaya sebagai wali Allah, bernama habib Husein Abubakar
Alaydrus. Lebih sering disebut sebagai Habib Keramat Luar Batang.
Sosok habib Husein Abubakar Alaydrus ini kelahiran
Migrab, Hadramaut, tiba di Betawi sekitar tahun 1746 M dan meninggal dunia pada
tanggal 24 Juni 1756 M (bertepatan dengan 17 Ramadhan 1169 Hijriyah), di
kawasan yang kemudian bernama Luar Batang. Ia meninggal pada usia 35 tahun.
Ada berbagai versi berkenaan dengan asal-usul nama luar
batang. Salah satu di antaranya adalah: “…saat habib Husein meninggal,
jenazahnya berubah menjadi batang pisang saat ditandu. Perubahan ini diketahui
orang-orang yang hendak memasukkan jenazah ke liang lahat. Warga tetap mengubur
batang pisang itu dan menganggapnya sebagai jenazah habib Husein Abubakar
Alaydrus…” (Koran Tempo, 25 April 2010)
Sedangkan versi lain, menurut penuturan para pemuja
habib Husein Abubakar Alaydrus, konon sewaktu habib Husein masih hidup, ia
pernah berkata kepada seorang opsir Belanda: “Suatu saat kamu akan jadi orang
besar.” Namun, opsir Belanda itu sama sekali tidak mengindahkan kata-kata habib
Husein, sampai kemudian ia kembali ke negeri asalnya.
Barulah ketika sang opsir Belanda itu kembali ditugaskan
ke Hindia Belanda dengan jabatan tinggi, ia teringat ‘ramalan’ sang habib tempo
hari. Dari situlah konon sang opsir Belanda itu tergerak hatinya untuk
memberikan sejumlah hadiah berupa uang, emas dan sebagainya. Namun habib Husein
tidak bersedia menerimanya.
Namun, akhirnya terjadi kesepakatan, bahwa habib Husein
mau menerima hadiah dari opsir Belanda bila itu berupa kepemilikan areal (yang
kemudian menjadi situs keramat). Areal ini pada masa itu merupakan kawasan
terendam air bila laut pasang. Setelah kesepakatan dicapai antara habib Husein
dengan sang opsir Belanda, maka dibuatlah sejumlah patok dari batang kayu
sebagai tanda dan batas wilayah kepemilikan untuk sang habib. Dari sinilah
kawasan itu dinamakan luar batang. Karena, seolah-olah dari laut keluar sejumlah
batang (pohon).
Menurut penuturan para pengagumnya, habib Husein ini
pernah bersikap tidak patuh kepada Belanda sehingga ia harus ditangkap dan
dijebloskan ke penjara Glodok. Konon, habib Husein hanya terlihat berada di
dalam sel tahanan pada siang hari saja, sedangkan pada malam hari sang habib
seperti menghilang tanpa jejak. Keadaan yang bernuansa mistis ini membuat sipir
penjara menjadi ketakutan, sehingga sang habib pun disuruh pulang. Namun habib
Husein tidak menghiraukan, sampai akhirnya ia sendiri yang memutuskan keluar
dari sel tahanan Glodok.
Kehebatan habib Husein juga dapat dirasakan melalui
penuturan berikut ini: “… pada suatu waktu, ada seorang warga pergi ke pasar
untuk membeli daging (mentah). Ketika menuju rumah, ia mendengar kabar bahwa
habib Husein bin Abi Bakar Al Idrus meningal dunia. Maka ia pun bergegas menuju
masjid untuk ikut bersama-sama sejumlah orang melaksanakan shalat jenazah.
Tak hanya ikut melaksanakan shalat jenazah, ia juga ikut
hingga ke pemakaman. Usai itu, ia pun kembali ke rumahnya dan menyerahkan
daging mentah yang dibelinya di pasar untuk dimasak oleh istrinya di rumah.
Namun, hingga beberapa saat daging itu tidak juga matang dan masih terlihat
seperti daging segar.
Peristiwa ganjil itu membuat ia menjadi teringat sebuah
pesan yang diterimanya ketika ia mengikuti majlis ta’lim yang dipimpin habib
Husein bin Abi Bakar Al Idrus. Konon, pada suatu ketika habib Husein bin Abi
Bakar Al Idrus dalam salah satu ceramahnya pernah mengatakan, “… barangsiapa
yang menshalati aku sewaktu aku meninggal dunia nanti, maka dia tidak akan bisa
tersentuh oleh api neraka.”
Jadi, daging mentah itu tak kunjung matang meski sudah
digodok beberapa lama, karena daging mentah yang dibeli di pasar tadi ikut
terbawa ketika ia melaksanakan shalat jenazah hingga ke pemakaman. Cerita
pembodohan seperti ini nampaknya mujarab dalam meyakinkan orang-orang jahil
(bodoh) untuk mempercayai kehebatan yang dimiliki sang habib, sampai-sampai
meski hanya sepotong daging, karena ikut terbawa (tanpa sengaja) dalam shalat
jenazah dan pemakaman sang habib sehingga daging itu kebal api dan kebal panas.
Cerita kehebatan seperti di atas jelas mengusik akidah.
Karena, keputusan masuk neraka atau tidak hanya berada di tangan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Seorang habib, meski ia punya garis keturunan langsung
dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sekalipun, sama sekali tidak
punya kewenangan membebaskan umat manusia dari ancaman api neraka. Yang
memprihatinkan, banyak orang yang percaya akan hal itu. Sehingga, makam habib
Husein tidak pernah sepi selama 24 jam dikunjungi para peziarah yang selalu
membaca Al Qur’an atau sekedar berzikir.
Peziarah yang mendatangi makam habib Husein berasal dari
berbagai daerah di tanah air bahkan dari mancanegara. Saat-saat favorit
berziarah biasanya jatuh pada hari Kamis malam Jum’at kliwon atau pada saat
perayaan tertentu seperti maulid nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
yang selalu diadakan setiap akhir minggu di bulan Rabiul Awwal, serta pada saat
haul habib husein yang diadakan setiap akhir minggu di bulan Syawwal. Itu semua
sama sekali tidak ada tuntunannya. Tidak hanya tergolong bid’ah tetapi juga
sesat menyesatkan, karena diliputi keyakinan batil berlandaskan cerita
pembodohan seperti tersebut.
Menurut Zainuddin (petugas penjaga makam), makam ini
menjadi langganan pejabat, antara lain Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presiden
RI. Hingga kini, SBY masih rutin berziarah ke makam ini. Biasanya, kata
Zainuddin, SBY datang pada pukul 02 pagi. Selain SBY, menurut Zainuddin, hal
serupa juga dilakukan oleh Fauzi Bowo, Gubernur Pemprov DKI Jakarta. (Koran
Tempo, 25 April 2010).
Selain pejabat, menurut Zainuddin para artis seperti
Tarzan Srimulat, Ayu Azhari, Camelia Malik, dan beberapa nama artis lainnya
termasuk peziarah tetap makam ini.
Seandainya berziarahnya para artis (perempuan) itu tanpa
ada niat-niat dan keyakinan batil –misalnya niat minta berkah karena
berkeyakinan bahwa kuburan dan isinya berupa mayat itu memberi berkah dan
manfaat— pun telah dilaknat. karena dalam hadits telah ditegaskan:
لَعَنَ
رَسُوْلُ
اللهِ
صَلَّى
اللهُ
عَلَيْهِ
وَآلِهِ
وَسَلَّمَ
(وَفِيْ
لَفْظٍ
: لَعَنَ
اللهُ)
زَوَّارَاتِ
الْقُبُوْرِ
“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam
(dalam sebuah lafadz Allah melaknat) wanita-wanita yang banyak berziarah
kubur”.(Sunan Al-Baihaqy 4/6996, Sunan Ibnu Majah no.1574, Musnad Ahmad 2/8430,
8655). (Hartono Ahmad Jaiz dan Hamzah Tede, Pendangkalan aqidah Berkedok
Ziarah,Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2010, halaman 99-103).
Pembodohan dan penyesatan yang telah sebegitu rupa itu
masih ditambah lagi oleh para “agen-agennya” yang bahkan atas nama penyemarakan
agama. Diberilah pembodohan dan penyesatan itu landasan dalil agar lebih laris
lagi. Mereka pun ketemu saja dalil dustanya untuk membodohi Umat Islam itu.
Seorang penggerak tour ziarah ke kubur-kubur –yang
mereka sebut kuburan wali– dalam pengajian di satu masjid di Jakarta, saya
dengar langsung, dia mengatakan: Kita boleh minta kepada Nabi untuk didoakan,
demikian pula para wali yang sudah wafat. Karena ada hadits Nabi:
من
حج
فزار
قبري
بعد
وفاتي
كان
كمن
زارني
في
حياتي
Siapa yang berhaji lalu menziarahi kuburku setelah
wafatku maka dia seperti orang yang menziarahiku dalam hidupku.
Lalu penggerak tour ziarah itu bertanya kepada jamaah
yang dihadapi: Ketika Nabi hidup, boleh atau tidak, kita minta didoakan? Jamaah
menjawab: boleh.
Ya, kalau boleh, maka setelah Nabi wafat pun boleh.
Karena adanya hadits tersebut.
Demikianlah, seakan ajaran itu benar. Padahal berbahaya.
Sebab, hadits itu adalah hadits maudhu’ (palsu). ) Menurut Syeikh Al-Albani
dalam Dha’if Al Jami’ no. 5553. juga dalam Silsilah Al-Ahaadits Ad-Dho’ifah
1/120(.
Di samping itu, qiyas (analog/ perbandingan) minta doa
kepada Nabi saw waktu hidup boleh maka waktu sudah wafat juga boleh itu qiyas
batil. Karena tidak sama antara hidup dan mati tetapi dia samakan. Buktinya,
orang yang berziarah kepada Nabi waktu hidupnya maka jadi sahabat Nabi bila dia
dalam keadaan Muslim sampai matinya. Sedangkan orang yang berziarah ke kubur
Nabi sama sekali tidak dapat disebut sahabat Nabi hanya karena ziarah itu. Jadi
minta doa kepada Nabi atau orang shaleh atau wali setelah wafatnya itu sama
dengan tindakan orang musyrikin dalam QS Az-Zumar/ 39:3, menurut Fatwa
Al-Lajnah Ad-Daaimah pimpinan Syekh Bin Baaz nomor 9027. ) Hartono Ahmad Jaiz,
Mengungkap Kebatilan Kyai Liberal, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2010, halaman
23-24).
***
3. Sosialisasi pembodohan dan penyesatan oleh
media-media bermisi busuk
Di tengah-tengah hiruk pikuk bencana letusan Gunung
Merapi dan para korban yang hidup sedang menggeletak di rumah-rumah sakit atau
di barak-barak pengungsian yang jumlahnya sekitar setengah juta orang,
tiba-tiba ada televise yang menyiarkan ramalan-ramalan bencana Merapi dengan
nara sumber para normal alias dukun. Ramalan dan rangkaian perkataan dari
pembawa acara itu dianggap meresahkan karena dianggap menakut-nakuti, maka
muncullah sejumlah protes dari masyarakat pengungsi dan warga Yogyakarta.
Akibatnya, acara televise itu dihentikan sementara oleh pihak KPI (Komisi
Penyiaran Indonesia).
Nah, ini baru kena batunya, walaupun hanya dihentikan
acaranya yang jenis itu untuk sementara waktu. Padahal, sebenarnya di sini
media massa itu (dalam hal ini televise tersebut dan juga media massa yang bermisi
busuk lainnya) telah berlama-lama membodohi dan menyesatkan Ummat Islam
sesesat-sesatnya, yaitu seringnya menampilkan dukun dengan aneka celotehnya.
Dalam kasus Merapi ini, yang dipersoalkan bukan kenapa
yang dijadikan nara sumber kok dukun, tetapi hanyalah kata-kata yang dianggap
berlebihan dan meresahkan. Sehingga yang terjadi selama ini sebenarnya adalah
mengabsahkan dukun yang kini disebut paranormal sebagai sumber rujukan. Ini
justru pangkal kebusukannya, namun inilah yang dilancarkan oleh media-media
yang bermisi busuk, yakni membodohi danb sekaligus menyesatkan Ummat Islam.
Tidak pernah ada penyalahan, bahkan teguran saja tidak ada, ketika media-media
busuk itu mengangkat-ngangkat para dukun. Padahal menurut Islam, orang yang
mendatangi dukun dan menanyakan sesuatu maka shalatnya tidak diterima 40 malam.
Dan kalau bertanya kepada dukun dan membenarkannya maka sama dengan tidak
percaya kepada apa-apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Kecaman terhadap Dukun dan yang Minta Didukuni
Firman Allah Ta’ala:
وَإِنْ
يَمْسَسْكَ
اللَّهُ
بِضُرٍّ
فَلَا
كَاشِفَ
لَهُ
إِلَّا
هُوَ
وَإِنْ
يَمْسَسْكَ
بِخَيْرٍ
فَهُوَ
عَلَى
كُلِّ
شَيْءٍ
قَدِيرٌ(17)وَهُوَ الْقَاهِرُ
فَوْقَ
عِبَادِهِ
وَهُوَ
الْحَكِيمُ
الْخَبِيرُ(18)
“ Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu,
maka tidak ada yang dapat menghilangkannya melainkan Dia. Dan jika Dia
mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan
Dialah Yang Berkuasa atas sekalian hamba-Nya, dan Dialah Yang Maha Bijaksana
lagi Maha Mengetahui”. (QS. al-An-am [6] : 17-18)
Hadis-hadis Nabi s.a.w :
مَنْ
أَتَى
عَرَّافًا
فَسَأَلَهُ
عَنْ
شَيْءٍ
لَمْ
تُقْبَلْ
لَهُ
صَلَاةٌ
أَرْبَعِينَ
لَيْلَةً.(رواه مسلم وأحمد).
“ Orang yang mendatangi tukang ramal (paranormal)
kemudian ia bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan
diterima selama 40 malam”. (Hadist Riwayat Imam Muslim dan Imam Ahmad dari
sebagian isteri Nabi [Hafshah]).
مَنْ
أَتَى
كَاهِنًا
أَوْ
عَرَّافًا
فَصَدَّقَهُ
بِمَا
يَقُول
فَقَدْ
كَفَرَ
بِمَا
أُنْزِلَ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
(رواه
أحمد
والحاكم).
“ orang yang mendatangi dukun atau tukang ramal,
kemudian membenarkan apa yang dikatakannya maka orang tersebut telah kufur
terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad saw”. (HR. Imam Ahmad dan
al- Hakim dari Abu Hurairah).
مَنْ
أَتَى
حَائِضًا
أَوْ
امْرَأَةً
فِي
دُبُرِهَا
, أَوْ
كَاهِنًا
, فَقَدْ
كَفَرَ
بِمَا
أُنْزِلَ
عَلَى
مُحَمَّد.ٍ (رواه أحمد والترمذي
وأبو
داود
وابن
ماجة).
“ Orang yang mendatangi dukun, kemudian membenarkan apa
yang dikatakanya atau mendatangi wanita yang sedang haidh, atau menjima’
istrinya dari duburnya, maka sesungguhnya orang tersebut telah terlepas (kafir)
dari apa yang telah diturunkan kepada Muhammad saw”. (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi,
Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
وَمِنْ
طَرِيقِ
مَالِكٍ
عَنْ
ابْنِ
شِهَابٍ
عَنْ
أَبِي
بَكْرِ
بْنِ
عَبْدِ
الرَّحْمَنِ
بْنِ
الْحَارِثِ
بْنِ
هِشَامٍ
عَنْ
أَبِي
مَسْعُودٍ
الْأَنْصَارِيِّ
{ أَنَّ
رَسُولَ
اللَّهِ
صلى
الله
عليه
وسلم
نَهَى
عَنْ
ثَمَنِ
الْكَلْبِ
, وَمَهْرِ
الْبَغِيِّ
, وَحُلْوَانِ
الْكَاهِنِ.
(متفق
عليه).
“ Bahwa Rasulullah saw melarang pemanfaatan harga (jual
beli) anjing, mahar kedurhakaan (mahar perzinaan/pelacuran) dan memberi upah
kepada dukun”. (HR. Bukhari dan Muslin dari Abu Mas’ud).
Anehnya, di Indonesia, lantaran banyak media yang misinya
busuk yakni membodohi dan menyesatkan Umat, maka dukun-dukun pun dipopulerkan.
Bahkan yang dipopulerkan itu pakai nama yang kalau orang normal mesti risih
pakai nama itu pun justru menjadi terkenal. Misalnya lafal gendeng (Jawa: gila;
tidak normal (ingatan, pikiran) ataupun bodo(h), bagi orang yang normal tentu
tidak mau punya nama itu. Namun dasar media busuk di negeri ini banyak, dan
memang benar-benar membodohi masyarakat, maka nama gendeng ataupun bodo(h) pun
justru sangat popular di antara para dukun yang telah diangkat-angkat oleh
media-media busuk.
***
Pembodohan dan penyesatan ternyata sampai ke puncak
kesesatan paling besar, yakni kemusyrikan, sekaligus menjadikan masyarakat ini
sama sekali tidak normal. Namun karena dilaksanakan secara bekerjasama aneka
pihak dengan kepentingan masing-masing, akibatnya sebegitu sulitnya diusik,
apalagi diberantas. Ini belum lagi bicara seberapa pembelaan dari Ormas-Ormas
tertentu berbaju Islam yang tampaknya lebih tersinggung bila masalah pembodohan
dan penyesatan terhadap Umat Islam ini diusik daripada Islam itu sendiri yang
diusik orang sampai diserang sekalipun.
Di sini tampaknya kata-kata bahwa Islam ini terhalang
oleh Muslimin sendiri itu ada benarnya.
Benar-benar top markotop tenan dalam hal pembodohan dan
penyesatan. Baik secara structural, religious alias agamis, maupun sosialisasi
lewat media massa busuk. Astaghfirullahal ‘adhiem. Laa haula walaa quwwata
illaa billaahil ‘aliyyil ‘adhiem. Allahul Musta’an.
*Hartono Ahmad Jaiz, penulis buku Ummat Dikepung Maksiat
Politik Kotor dan Sesat.
(nahimunkar.com)
(Dilarang Mencopas tanpa menyertai asal sumber artikel tersebut. Hak Cipta dilindungi oleh UU dan Allah SWT)
ttd
CTN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan Komentar, Saran, Kritik, Masukan atas Artikel diatas. ^_^
Dimohon untuk tidak mengunakan akun anonim.
No Spam please!
Assalamualaikum